Model
analisis investasi dengan variabel
investasi
Dalam perekonomian suatu negara,
tabungan dan investasi merupakan indikator yang dapat menentukan tingkat
pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang
(developing countries) termasuk didalamnya pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, memiliki dana yang cukup besar. Tetapi di sisi lain, usaha pengerahan
sumber dana dalam negeri untuk membiayai pembangunan menghadapi kendala dalam
pembentukan modal baik yang bersumber dari penerimaan pemerintah yaitu ekspor
barang dan jasa ke luar negeri, ataupun penerimaan pemerintah melalui instrumen
pajak
Krisis ekonomi yang melanda
Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis multidimensi
berdampak kondisi Indonesia secara umum tidak hanya terhadap sektor ekonomi
saja. Nilai tukar rupiah yang terdepresiasi sangat tajam, inflasi yang tinggi,
menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, merupakan
beberapa akibat dari krisis ekonomi tersebut. Lambat laun, dengan beberapa kali
perubahan struktur politik dan penerapan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah,
kondisi Indonesia menunjukan perubahan yang lebih baik dan kondisi perekonomian
yang stabil.
Di Indonesia, untuk membiayai
pembangunan nasional yang mencakup investasi domestik, sumber dananya dapat
bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar negeri. Namun, karena
terbatasnya jumlah dana serta pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, maka
diperlukan tabungan nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang utama.
Perlunya tabungan nasional ini
dibuktikan dengan adanya saving-investment gap yang semakin melebar dari tahun
ke tahun yang menandakan bahwa pertumbuhan investasi domestik melebihi
kemampuan dalam mengakumulasi tabungan nasional. Secara umum, usaha pengerahan
modal dari masyarakat dapat berupa pengerahan modal dari dalam negeri maupun
dari luar negeri. Pengklasifikasian ini didasarkan pada sumber modal yang dapat
digunakan dalam pembangunan. Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri
berasal dari 3 sumber utama, yaitu : pertama, tabungan sukarela masyarakat.
Kedua, tabungan pemerintah, dan ketiga tabungan paksa (forced saving or
involuntary saving). Sedangkan modal yang berasal dari luar negeri yaitu
melalui pinjaman resmi pemerinyah kepada lembaga-lembaga keuangan internasional
seperti International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), World
Bank, maupun pinjaman resmi bilateral dan multilateral, juga melalui foreign
direct investment (FDI).
Hollis Chenery dan beberapa
penulis lainnya telah mengenalkan pendekatan ‘dua-jurang’ pada pembangunan
ekonomi. Dasar pemikirannya, ‘jurang tabungan’ dan ‘jurang devisa’ merupakan
dua kendala yang terpisah dan berdiri sendiri pada pencapaian target tingkat
pertumbuhan di negara kurang maju. Chenery melihat bantuan luar negeri sebagai
suatu cara untuk menutup kedua jurang tersebut dalam rangka mencapai laju
pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan. Sumitro (1994:44) menjelaskan bahwa
kekurangan didalam perimbangan antara tabungan nasional dan investasi harus
ditutup dengan pemasukan modal dari luar yang berasal dari tabungan oleh
kalangan luar negeri.
Pada negara berkembang dan
miskin, kondisi yang paling menonjol adalah belum terciptanya kondisi yang
mendorong pada iklim dimana kegairahan untuk menabung dan penanaman modal
menunjukan tingkat yang menggembirakan. Sistem produksi untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat masih menggunakan pola tradisional. Masih terbatasnya
sektor modern dan belum berfungsinya secara efektif dan efisien
institusi-institusi keuangan yang disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang
masih tradisional menyebabkan pengerahan dana dari masyarakat mengalami
kesulitan.
Dengan latar belakang
ditetapkannya Paket Kebijakan Oktober 1988 atau yang lebih dikenal dengan
“PAKTO 88”, yang pokok-pokok kebijakannya berisi antara lain untuk mengerahkan
dana dari masyarakat dengan cara memudahkan pembukaan kantor cabang baru,
pendirian bank swasta baru, keleluasaan penyelenggaraan tabungan, dan perluasan
kantor cabang bank. Setelah adanya “PAKTO 88” ini, semakin mudahlah bank
didirikan dan semakin bervariasi juga bentuk-bentuk tabungan yang ditawarkan
oleh bank-bank yang sudah terbentuk baik swasta maupun pemerintah. Semenjak
saat itu, tabungan nasional mulai meningkat drastis. Dalam tahun-tahun
sebelumnya tampak adanya kecenderungan persaingan antar berbagai negara untuk memperbesar
arus investasi baik asing maupun domestik. Persaingan terutama terjadi karena
kebutuhan dana yang sangat besar dan mendesak untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi terutama di negara-negara berkembang.
Sukses tidaknya suatu negara
dalam menarik arus dana investasi tidak terlepas dari berbagai faktor ekonomi
dan non ekonomi. Pada dasarnya pemberian fasilitas yang sifatnya mendorong
investor untuk berinvestasi seperti pembebasan pajak (tax holiday) dan kemudahan
untuk mengakses bahan baku akan sangat efektif bila didukung oleh :
– Negara tujuan investasi
memiliki keunggulan komparatif ekonomi yang berkaitan dengan faktor-faktor
produksi seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia yang terampil dan
murah.
– Nilai tukar yang relatif
stabil, terutama untuk investor yang berorientasi pasar luar negeri
– Peraturan devisa di negara
bersangkutan tidak menghalangi penanam modal untuk memindahkan kekayaan dan
keuntungannya ke luar negeri.
– Iklim politik dan keamanan
negara cukup menjamin ketentraman hidup dan keamanan usaha serta kekayaan
investor.
– Iklim usaha yang menunjang dan
mendorong penanaman modal.
– Infrastruktur yang menunjang
dan memadai.
Investasi memegang peranan
penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan sebagai salah satu komponen
yang berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi.
Dari paparan latar belakang
diatas dan berdasarkan fenomena yang terjadi di Indonesia, maka penulis
berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul :
“ Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Tabungan
dan Investasi Swasta di Indonesia
Periode 1984-2003”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar